BRUNEI
DARUSSALAM
Ibu kota
|
|
|
|
|
|
-
|
|
|
-
|
|
|
|
-
|
|
Abad ke-14
|
-
|
|
1 Januari 1984
|
|
-
|
Total
|
|
-
|
|
8.6
|
|
-
|
Perkiraan 2011
|
|
-
|
|
332,844
|
-
|
|
|
|
Perkiraan 2011
|
-
|
Total
|
|
-
|
|
|
|
Perkiraan 2011
|
-
|
Total
|
|
-
|
|
|
|
▲
0.838[5] (sangat tinggi) (33)
|
|
|
|
|
|
kiri
|
|
|
|
+6731
|
Asal-usul
Brunei
Silsilah kerajaan Brunei didapatkan
pada Batu Tarsilah yang menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei yang
dimulai dari Awang Alak Betatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei
ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807).
Brunei adalah sebuah negara tua di
antara kerajaan-kerajaan di tanah Melayu.
Keberadaan Brunei Tua ini diperoleh berdasarkan kepada catatan Arab, Cina dan tradisi lisan. Dalam catatan Sejarah Cina dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni
atau Puni dan Bunlai. Dalam catatan Arab dikenali
dengan Dzabaj atau Randj.
Catatan tradisi lisan diperoleh dari
Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataan baru
nah yaitu setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh
Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru.
Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis
yaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan
kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun
mengucapkan perkataan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik,
berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka
inginkan. Kemudian perkataan baru nah itu lama kelamaan berubah menjadi
Brunei.
Replika stupa yang dapat ditemukan
di Pusat Sejarah Brunei menjelaskan bahwa agama Hindu-Buddha pada suatu masa dahulu pernah dianut oleh penduduk Brunei.
Sebab telah menjadi kebiasaan dari para musafir agama tersebut, apabila mereka
sampai di suatu tempat, mereka akan mendirikan stupa sebagai tanda serta
pemberitahuan mengenai kedatangan mereka untuk mengembangkan agama tersebut di
tempat itu. Replika batu nisan P'u Kung Chih Mu, batu nisan Rokayah
binti Sultan Abdul Majid ibni Hasan ibni Muhammad Shah Al-Sultan, dan batu
nisan Sayid Alwi Ba-Faqih (Mufaqih) pula menggambarkan mengenai kedatangan
agama Islam di Brunei
yang dibawa oleh musafir, pedagang dan mubaligh-mubaliqh Islam, sehingga agama
Islam itu berpengaruh dan mendapat tempat baik penduduk lokal maupun keluarga kerajaan
Brunei.
Islam mulai berkembang dengan pesat
di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan Brunei ke-3 pada
tahun 1425 M. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul Bait dari keturunan /
pancir dari Cucu Rasulullah Shalallahualaihi Wassallam yaitu Amirul Mukminin
Hasan / Syaidina Hasan sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah /
prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, Brunei.
Keturunan Sultan Syarif Ali ini kemudian juga berkembang menurunkan
Sultan-Sultan disekitar wilayah Kesultanan Brunei yaitu menurunkan
Sultan-Sultan Sambas dan Sultan-Sultan Sulu.
Sejarah Brunei
Para peneliti sejarah telah mempercayai terdapat sebuah kerajaan lain
sebelum berdirinya Kesultanan Brunei kini, yang disebut orang Tiongkok sebagai
Po-ni. Catatan orang Tiongkok dan orang Arab menunjukkan bahwa kerajaan
perdagangan kuno ini ada di muara Sungai Brunei awal
abad ke-7
atau
ke-8.
Kerajaan itu memiliki wilayah yang cukup luas meliputi
Sabah, Brunei dan
Sarawak yang
berpusat di Brunei. Kesultanan Brunei juga merupakan pusat perdagangan dengan
China. Kerajaan awal ini pernah ditaklukkan Kerajaan
Sriwijaya
yang berpusat di
Sumatra
pada awal abad ke-9 Masehi dan seterusnya menguasai
Borneo utara dan gugusan
kepulauan
Filipina.
Kerajaan ini juga pernah menjadi taklukan (vazal)
Kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau
Jawa.
Nama Brunai tercantum dalam
Negarakertagama
sebagai daerah bawahan Majapahit. Kekuasaan Majapahit tidaklah lama karena
setelah
Hayam
Wuruk wafat Brunai membebaskan diri dan kembali sebagai sebuah negeri yang
merdeka dan pusat perdagangan penting.
Pada awal abad ke-15, Kerajaan
Malaka di bawah pemerintahan
Parameswara
telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih perdagangan Brunei.
Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah Brunei oleh
pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Melaka ke tangan
Portugis pada
tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepimpinan Islam
dari Melaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya dari
abad ke-15
hinga abad ke-17 sewaktu memperluas kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke
Filipina di sebelah utaranya. Semasa pemerintahan
Sultan
Bolkiah (
1473-
1521) yang terkenal
disebabkan pengembaraan baginda di laut, malah pernah seketika menaklukkan
Manila. kesultanan
Brunei memperluas pengaruhnya ke utara hingga ke
Luzon dan
Sulu serta di sebelah
selatan dan barat
Kalimantan; dan pada zaman pemerintahan sultan yang
kesembilan,
Hassan (
1605-
1619), yang membangun
susunan aturan adat istiadat kerajaan dan istana yang masih kekal hingga hari
ini.
Pada tahun
1658
Sultan Brunei menghadiahkan kawasan timur laut Kalimantan kepada Sultan
Sulu di
Filipina
Selatan sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam menyelesaikan perang
saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan Pengeran Mohidin. Persengketaan
dalam kerajaan Brunei merupakan satu faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan
tersebut, yang bersumber dari pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa
antara ahli waris kerajaan, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah
Eropa di rantau sebelah sini, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta
memusnahkan asas ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
Pada Tahun
1839,
James
Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi raja di sana serta
menyerang Brunei, sehingga Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Sebagai
balasan, ia dilantik menjadi gubernur dan kemudian "
Rajah"
Sarawak di Barat
Laut Borneo sebelum meluaskan kawasan di bawah pemerintahannya. Pada tanggal
19 Desember
1846, pulau
Labuan dan
sekitarnya diserahkan kepada James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei
jatuh ke tangan Inggris melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya
sampai wilayah Brunei kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris sampai
berdiri sendiri tahun
1984.
Pada masa yang sama, Persekutuan Borneo Utara Britania sedang meluaskan
penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada tahun
1888, Brunei menjadi
sebuah negeri di bawah perlindungan kerajaan Britania dengan mengekalkan
kedaulatan dalam negerinya, tetapi dengan urusan luar negara tetap diawasi
Britania. Pada tahun
1906,
Brunei menerima suatu lagi langkah perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan
eksekutif dipindahkan kepada seorang residen Britania, yang menasihati baginda
Sultan dalam semua perkara, kecuali yang bersangkut-paut dengan adat istiadat
setempat dan agama.
Pada tahun
1959,
Brunei mendeklarasikan kerajaan baru yang berkuasa memerintah kecuali dalam isu
hubungan luar negeri, keamanan dan pertahanan di mana isu-isu ini menjadi
tanggung jawab Britania. Percobaan untuk membentuk sebuah badan perundangan
pada tahun
1962
terpaksa dilupakan karena terjadi pemberontakan oleh partai oposisi yaitu
Partai Rakyat Brunei
dan dengan bantuan Britania, pemberontakan ini berhasil diberantas. Pada akhir
1950 dan awal 1960, kerajaan Brunei ketika itu menolak rencana (walaupun pada
awalnya menunjukkan minat) untuk bergabung dengan
Singapura,
Sabah,
Sarawak, dan
Tanah Melayu
untuk membentuk
Malaysia
dan akhirnya Sultan Brunei ketika itu berkehendak untuk membentuk sebuah negara
yang merdeka.
Pada
1967,
Omar Ali Saifuddin III telah turun dari
takhta dan melantik putra sulungnya
Hassanal
Bolkiah, menjadi Sultan Brunei ke-29. Baginda juga berkenan menjadi Menteri
Pertahanan setelah Brunei mencapai kemmerdekaan penuh dan disandangkan gelar
Paduka Seri Begawan
Sultan. Pada tahun
1970,
pusat pemerintahan negeri Brunei Town, telah diubah namanya menjadi
Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa
baginda. Baginda mangkat pada tahun
1986.
Pada
4
Januari 1979,
Brunei dan Britania Raya telah menandatangani
Perjanjian
Kerjasama dan Persahabatan. Pada
1 Januari 1984, Brunei Darussalam
telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
Saat ini Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil daripada masa lalu, dengan
berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat sampai timur wilayah itu, serta
sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
Politik
Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan
monarki
absolut dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan, merangkap seagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan
dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri.
Sultan
Hassanal Bolkiah yang
gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama
sejak
abad
ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati
oleh beberapa
majelis dan sebuah
kabinet
menteri,
walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah tertinggi.
Media
amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan status yang dihormati
di dalam negeri.
Brunei tidak memiliki dewan legislatif, namun pada bulan
September 2000, Sultan bersidang
untuk menentukan Parlemen yang tidak pernah diadakan lagi sejak tahun 1984.
Parlemen ini tidak mempunyai kuasa selain menasihati sultan. Disebabkan oleh
pemerintahan mutlak Sultan, Brunei menjadi salah satu negara yang paling stabil
dari segi politik di Asia.
Pertahanan Keamanan Brunei mengandalkan perjanjian pertahanan dengan Inggris
di mana terdapat pasukan
Gurkha yang terutama ditempatkan di Seria. Jumlah pertahanan
keamanannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kekayaannya dan negara negara
tetangga. Secara teori, Brunei berada di bawah
pemerintahan militer
sejak pemberontakan yang terjadi pada awal dekad
1960-an.
Pemberontakan itu dihancurkan oleh laskar-laskar
Britania
Raya dari
Singapura.
Brunei memiliki dengan hubungan luar negeri terutama dengan negara negara
ASEAN dan negara
negara lain serta ikut serta sebagai anggota
PBB. Kesultanan ini juga
terlibat konflik
Kepulauan Spratly yang melibatkan hampir semua
negara ASEAN (kecuali
Indonesia,
Kamboja,
Laos dan
Myanmar),
RRC dan
Republik
Cina. Selain itu terlibat konflik perbatasan laut dengan
Malaysia
terutama masalah daerah yang menghasilkan
minyak dan
gas bumi.
Brunei menuntut wilayah di
Sarawak, seperti
Limbang. Banyak
pulau kecil yang terletak di antara Brunei dan
Labuan, termasuk
Pulau Kuraman, telah
dipertikaikan oleh Brunei dan Malaysia. Bagaimanapun, pulau-pulau ini diakui
sebagai sebagian Malaysia di tingkat internasional.
Raja-Raja
Brunei
Raja-raja Brunai Darusalam yang
memerintah sejak didirikannya kerajaan pada tahun 1363 M yakni:
- Sultan Muhammad Shah
(1383 - 1402)
- Sultan Ahmad
(1408 - 1425)
- sultan Syarif Ali
(1425 - 1432)
- Sultan Sulaiman
(1432 - 1485)
- Sultan Bolkiah
(1485 - 1524)
- Sultan Abdul Kahar
(1524 - 1530)
- Sultan Saiful Rizal
(1533 - 1581)
- Sultan Shah
Brunei (1581 - 1582)
- Sultan Muhammad Hasan
(1582 - 1598)
- Sultan Abdul
Jalilul Akbar (1598 - 1659)
- Sultan Abdul Jalilul Jabbar
(1669 - 1660)
- Sultan Haji Muhammad Ali (1660 - 1661)
- Sultan Abdul Hakkul Mubin
(1661 - 1673)
- Sultan Muhyiddin
(1673 - 1690)
- Sultan Nasruddin
(1690 - 1710)
- Sultan Husin Kamaluddin (1710 - 1730) (1737 - 1740)
- Sultan Muhammad Alauddin (1730 - 1737)
- Sultan Omar
Ali Saifuddien I (1740-1795)
- Sultan Muhammad Tajuddin (1795-1804) (1804-1807)
- Sultan Muhammad Jamalul Alam I (1804)
- Sultan Muhammad
Kanzul Alam (1807-1826)
- Sultan Muhammad
Alam (1826-1828)
- Sultan Omar
Ali Saifuddin II (1828-1852)
- Sultan Abdul Momin
(1852-1885)
- Sultan Hashim
Jalilul Alam Aqamaddin
(1885-1906)
- Sultan Muhammad
Jamalul Alam II (1906-1924)
- Sultan Ahmad Tajuddin
(1924-1950)
- Sultan Omar
'Ali Saifuddien III
(1950-1967)
- Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah (1967-kini)
Geografi
Brunei terdiri dari dua bagian yang tidak berkaitan; 97% dari jumlah
penduduknya tinggal di bagian barat yang lebih besar, dengan hanya kira-kira
10.000 orang tinggal di daerah
Temburong, yaitu bagian timur yang bergunung-gunung. Jumlah
penduduk Brunei 383.000 orang. Dari bilangan ini, lebih kurang 46.000 orang
tinggal di ibukota
Bandar Seri Begawan. Sejumlah kota utama
termasuk kota pelabuhan
Muara, serta kota
Seria yang menghasilkan minyak, dan
Kuala
Belait, kota tetangganya. Di daerah
Belait, kawasan
Panaga ialah kampung halaman
sejumlah besar ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi
Royal Dutch Shell dan
British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di sini.
Iklim Brunei ialah tropis khatulistiwa, dengan suhu serta kelembapan yang
tinggi, dan sinar matahari serta hujan lebat sepanjang tahun.
Ekonomi
Ekonomi
kecil yang kaya ini adalah suatu campuran kewirausahaan dalam negeri dan asing,
pengawalan kerajaan,
kebajikan, serta
tradisi kampung. Pengeluran
minyak mentah dan
gas alam
terdiri dari hampir setengah
PDB. Pendapatan yang cukup besar pekerjaan luar negeri menambah
pendapatan daripada pengeluaran dalam negeri. Kerajaan membekali semua layanan
pengobatan
dan memberikan subsidi
beras dan perumahan. Pemimpin-pemimpin Brunei merasa bimbang
bahwa keterpaduan dengan ekonomi dunia yang semakin bertambah akan mempengaruhi
perpaduan sosial dalam,
walaupun Brunei telah memainkan peranan yang lebih kentara dengan menjadi
ketua forum
APEC pada tahun 2000.
Rancangan-rancangan yang dinyatakan untuk masa hadapan termasuk peningkatan
keterampilan tenaga
buruh,
pengurangan
pengangguran, pengukuhan sektor-sektor
perbankan dan
pariwisata,
serta secara umum, peluasan lagi asas ekonominya.
Sistem
Penerbangan Brunei Diraja, sistem penerbangan negara, sedang mencoba
menjadikan Brunei sebagai pusat perjalanan internasional antara Eropa dan
Australia/Selandia Baru. Ia juga mempunyai layanan ke tujuan-tujuan Asia yang
utama.
Ekonomi Brunei Darussalam bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas dengan
pendapatan nasional yang termasuk tinggi di
dunia satuan mata uangnya
adalah Brunei Dolar yang memiliki nilai sama dengan Dolar
Singapura.
Selain bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas, pemerintah Brunei mencoba
melakukan diversifikasi sumber-sumber ekonomi melalui upaya peningkatan di
bidang perdagangan dan Industri.
Demografi
Kira-kira dua pertiga jumlah penduduk
Brunei adalah orang Melayu. Kelompok etnik minoritas yang paling penting dan yang
menguasai ekonomi negara ialah orang Tionghoa
(Han) yang menyusun lebih kurang 15% jumlah penduduknya. Etnis-etnis ini juga
menggambarkan bahasa-bahasa yang paling penting: bahasa Melayu
yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa Tionghoa.
Bahasa Inggris juga dituturkan secara meluas, dan terdapat sebuah
komunitas ekspatriat yang agak besar dengan sejumlah besar warganegara Britania dan Australia.
Islam ialah agama resmi Brunei, dan Sultan Brunei merupakan kepala agama
negara itu. Agama-agama lain yang dianut termasuk agama Buddha
(terutamanya oleh orang Tiong Hoa), agama Kristen,
serta agama-agama orang
asli (dalam komunitas-komunitas yang
amat kecil).
Budaya
Budaya Brunei seakan sama dengan budaya
Melayu, dengan
pengaruh kuat dari
Hindu
dan
Islam, tetapi
kelihatan lebih konservatif dibandingkan
Malaysia.
Penjualan dan penggunaan alkohol diharamkan, dengan orang luar dan non-Muslim
dibenarkan membawa dalam 12 bir dan dua botol miras setiap kali mereka masuk
negara ini. Setelah pemberlakuan larangan pada awal 1990-an, semua pub dan
kelab malam dipaksa tutup.